RameNews, Jawa Tengah – Pelaksana Tugas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Ahwan Fanani, menegaskan bahwa akidah Muhammadiyah berpijak pada posisi Ahl al-Haq wa al-Sunnah atau yang dikenal pula dengan istilah Ahl al-Sunnah wal-jamaah.
Penegasan ini ia sampaikan dalam Seminar Sehari Risalah Akidah Islam yang diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (27/09).
Menurut Ahwan, penegasan posisi akidah ini sangat penting karena di kalangan warga Muhammadiyah sendiri masih terdapat keragaman pandangan. Ada yang lebih dekat dengan Asy’ariyah, ada pula yang cenderung pada paham salaf atau atsari.
Hal itu wajar, mengingat sejarah panjang Muhammadiyah sejak K.H. Ahmad Dahlan yang dipengaruhi oleh berbagai arus pemikiran Islam, baik tradisi Asy’ariyah-Syafi’iyyah, gagasan pembaruan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, maupun semangat purifikasi dari Ibnu Taimiyah.
Baca juga: Tunjangan Sertifikasi Guru Tersendat Jika Belum Setor ‘Uang Kopi’
Keragaman inilah yang membuat Muhammadiyah kerap dikaitkan dengan berbagai aliran. Di sebagian tempat, warga Muhammadiyah belajar kitab akidah bercorak Asy’ari, sementara di tempat lain menggunakan rujukan akidah salaf.
Menurut Ahwan, hal ini menunjukkan keterbukaan Muhammadiyah, namun sekaligus menandakan bahwa posisi akidahnya perlu diperjelas.
“Pertanyaan yang sering muncul, apakah Muhammadiyah termasuk Ahlussunnah Wal Jamaah, menunjukkan perlunya perumusan akidah yang lebih utuh dan tegas,” jelasnya.
Manhaj Akidah Muhammadiyah Tarjih Jawa Tengah
Dalam forum Musyawarah Wilayah Tarjih II Muhammadiyah Jawa Tengah di Klaten pada 2024–2025, Majelis Tarjih dan Tajdid wilayah ini merumuskan Manhaj Akidah Muhammadiyah. Hasilnya kemudian disahkan pada Agustus 2025. Rumusan ini menjadi kontribusi penting dalam proses penyusunan Risalah Akidah Islam oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Pokok terpenting dari keputusan itu adalah penegasan bahwa akidah Muhammadiyah berorientasi pada firqah najiyah, yakni Ahl al-Haq wa al-Sunnah, yang berakar pada ijma’ generasi salaf.
Istilah salaf di sini dipahami dalam dua arti: pertama, generasi awal Islam yang terdiri dari sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in yang hidup dalam tiga abad terbaik; kedua, metode ijtihad yang menekankan kembali pada Al-Qur’an, sunnah, dan atsar yang mutawatir.
Dengan demikian, Muhammadiyah menempatkan dirinya sebagai bagian dari tradisi ahlussunnah, namun dengan penekanan pada sistem ijtihad yang terbuka terhadap akal, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai spiritualitas.
Hal ini sejalan dengan pendekatan bayani (teks), burhani (rasional-empiris), dan irfani (intuisi-spiritual) yang selama ini menjadi ciri khas metodologi tarjih Muhammadiyah.
Ahwan menjelaskan, Manhaj Akidah Muhammadiyah juga membedakan secara tegas antara ushul al-aqaid (pokok akidah) dan furu’ al-aqaid (cabang akidah).
Ushul mencakup hal-hal fundamental seperti rukun iman, rukun Islam, keyakinan akan baharunya alam (alam diciptakan dari ketiadaan), serta keharusan berdasar pada dalil-dalil mutawatir. Mengingkari hal-hal ini dianggap keluar dari Islam.
Adapun furu’ akidah mencakup persoalan yang masih terbuka untuk perbedaan pendapat, seperti jumlah nabi dan rasul, konsep kasb (ikhtiar manusia dalam takdir), penggunaan takwil atau tafwidh dalam memahami sifat Allah, hingga dalil-dalil yang bersifat dzanni (tidak mutawatir).
“Perbedaan dalam ranah furu’ tidak mengakibatkan seseorang dianggap kafir, tetapi dipahami sebagai ikhtilaf yang sah,” ujar Ahwan.
Dengan menegaskan diri sebagai Ahl al-Haq wa al-Sunnah, Muhammadiyah menempatkan dirinya dalam arus besar tradisi ahlussunnah yang berlandaskan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’ salaf.
Namun, posisinya tetap khas: tidak mengikat diri sepenuhnya pada Asy’ariyah maupun salaf-atsariyah, melainkan merangkum keduanya dalam kerangka pembaruan Islam yang berkemajuan.
Ahwan menyebut bahwa hal ini sesuai dengan DNA Muhammadiyah yang sejak awal berdiri tidak hanya puritan dalam menolak takhayul, bid’ah, dan khurafat, tetapi juga terbuka terhadap ijtihad, modernitas, dan ilmu pengetahuan. (sm)







