RameNews, Banjarbaru – Bagi Bayubuana Toleu (27), menjadi guru bukan soal gaji besar atau kenyamanan hidup. Baginya, menjadi guru adalah panggilan hati.
Bayu lahir dan besar di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Setelah lulus dari Pendidikan Geografi Universitas Nusa Cendana Kupang, ia langsung mengajar di kampungnya sebagai guru honorer. Tapi realita tak seindah harapan. Bayu hanya mendapat Rp250 ribu per bulan, itupun cair setiap tiga bulan sekali.
“Kadang untuk ongkos ke sekolah saja lebih besar dari gaji. Tapi saya tetap bertahan, karena anak-anak butuh guru,” kenangnya.
Perjalanan ke Banjarbaru
Kesempatan baru datang saat ada rekrutmen Sekolah Rakyat, program pemerintah untuk guru bersertifikat PPG. Bayu mendaftar, lolos, dan ditugaskan ke SRT 9 Banjarbaru, Kalimantan Selatan—ribuan kilometer dari rumah.
“Orang tua sempat kaget, bahkan agak keberatan. Tapi setelah dijelaskan bahwa ini kesempatan besar, akhirnya mereka ikhlas melepas,” tutur Bayu.
Baca juga: 250 Siswa Keracunan, Makan Gratis Bergizi Jadi Petaka
Meninggalkan tanah kelahiran jelas tak mudah. Namun Bayu memilih langkah itu, demi anak-anak yang haus belajar.
Mengajar dengan Game dan Teknologi
Di Banjarbaru, Bayu menemukan semangat baru. Ia berhadapan dengan siswa-siswa SMP yang penuh rasa ingin tahu, tapi cepat bosan. Untuk itu, ia merancang metode belajar yang lebih hidup: menggunakan aplikasi digital dan game edukatif.
“Kalau hanya ceramah, anak-anak gampang jenuh. Tapi kalau materi diselipkan lewat game, mereka jadi antusias. Saya ingin kelas terasa menyenangkan,” ujarnya dengan senyum.
Harapan Besar untuk Anak-anak
Bagi Bayu, Sekolah Rakyat bukan hanya soal pendidikan gratis, tapi juga tentang masa depan.
“Anak-anak di sini punya cita-cita besar: ada yang mau kuliah, ada yang mau jadi polisi atau tentara. Saya berharap pemerintah bisa terus fasilitasi, supaya mereka benar-benar bisa meraihnya,” kata Bayu penuh harap.
Tonton juga:Â The Conjuring: Last Rites (Membosankan..)
Sekolah Rakyat, Harapan Baru
Program Sekolah Rakyat sendiri dirancang sebagai miniatur pengentasan kemiskinan terpadu. Bukan hanya sekolah, tapi juga dilengkapi makan bergizi gratis, cek kesehatan gratis, koperasi desa, jaminan kesehatan, hingga perumahan rakyat.
Kini sudah berdiri 100 Sekolah Rakyat tahap awal. Targetnya, tahun ajaran 2025/2026 jumlah itu naik menjadi 165 sekolah yang bisa menampung hampir 16 ribu siswa.
Dan di salah satu ruang kelas di Banjarbaru, seorang guru muda bernama Bayu terus berjuang, menghadirkan ilmu dengan hati, jauh dari kampung halamannya. (yans/ant)







