Ketika Sukarno berpidato pada 1 Juni 1945, ia menyebut Pancasila sebagai filosofische grondslag—filsafat dasar bagi bangsa Indonesia. Sejak saat itu, Pancasila tidak sekadar deretan lima sila, melainkan fondasi kokoh yang menjadi penopang berdirinya negara ini.
Pancasila bukan hanya hiasan kata-kata, tapi aturan dasar yang sifatnya permanen. Ia tidak bisa diganti, tidak bisa dihapus, dan wajib menjadi pijakan dalam setiap aspek kehidupan bernegara. Kalau diibaratkan rumah, Pancasila adalah pondasinya. Hilangkan pondasi, maka robohlah seluruh bangunan bernama Indonesia.
Pidato Bung Karno dalam sidang BPUPK waktu itu menjadi titik balik. Usulan menjadikan Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa langsung disambut baik oleh para anggota sidang. Dari sanalah kita tahu bahwa Indonesia berdiri tegak di atas nilai-nilai Pancasila.
Baca juga: Tugas dan Soal Pancasila Sebagai Dasar Negara
Secara hukum, posisi Pancasila ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Regulasi itu jelas menyatakan: semua peraturan di Indonesia wajib sejalan dengan Pancasila. Tidak boleh ada undang-undang, peraturan, apalagi kebijakan yang melenceng dari nilai-nilai dasarnya.
Teori hukum juga mendukung hal ini. Menurut Hans Kelsen, pakar hukum dunia, norma hukum itu seperti tangga yang bertingkat. Aturan di bawah harus mengikuti aturan di atasnya. Puncaknya adalah norma tertinggi yang disebut grundnorm. Nah, bagi Indonesia, grundnorm itu adalah Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki fungsi penting:
- menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia;
- mencerminkan suasana kebatinan UUD 1945;
- mewujudkan cita-cita hukum dalam konstitusi;
- memberi semangat dan arah bagi UUD 1945;
- memuat norma moral yang mewajibkan para penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi budi pekerti luhur.
Dengan kata lain, setiap keputusan politik, setiap kebijakan hukum, bahkan setiap langkah penyelenggara negara harus selalu “di-checklist” dengan Pancasila. Kalau tidak sesuai, berarti ada yang salah.
Tonton juga: Saat DPR Keblinger Sahkan Undang Undang Penuh Kontroversi
Jadi, Pancasila bukan hanya teks yang dihafalkan siswa saat upacara, tapi benar-benar jantungnya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, seluruh warga negara Indonesia wajib memiliki kesadaran hukum. Kesadaran hukum sendiri dapat didefinisikan sebagai kesadaran individu/ kelompok masyarakat terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Kesadaran hukum sangat penting dan diperlukan agar tercipta ketertiban, kedamaian, dan keadilan masyarakat.(yans)








6 Komentar